Old Testament I A-
New Testament I A-
Church History Survey I A-
Theology I B+
Mission & Evangelism A-
GPA: 3.63
I consider the above as very good and satisfying :)
What motivates me to get good grade?
1. To brighten my parents' day. They are the type of parents who would be very happy to see 'A'.
2. To fulfil one of the requirements to continue my scholarship
3. Good grades as investment for my future. In case I will take Post-grad study.
I love my parents. I am grateful for my sponsors. And I do not know my future, how God will use me.
These three things are enough for me to (in particular) aim high on grades.
Mission accomplished for semester I!
Monday, January 24, 2011
Tuesday, January 11, 2011
"Why" on Ministry
I've always liked "why" questions.
It reveals motivation.
It digs into the depth of the heart.
It makes aware of the unconscious.
Now I'm questioning myself, again, why?
Why am I taking ministry?
Can I say no to a ministry offered to me? Or why should I say no?
Is it 'weird' for a theological student to say no when others asked me to minister? Is it not ok for a theological student to take less ministry than others for wanting to concentrate on study? Should I care of what people think of me?
Am I taking ministry because nobody else available, or because I think that nobody else can do better than me?
Am I taking ministry to prove myself? To get a platform to develop my skills? To utilize what I have learned at school?
Am I taking ministry because it makes me feel good or feel useful?
Am I taking ministry because I just love to be the one in charge, to be able to tell others what to do?
Am I taking ministry because people have given me allowances and love gifts? Oh... yeah... money is always one of the trickiest thing on earth.
Am I taking ministry because I sense that there was a great need? Has these needs driven me to ministry? Is need-driven ministry right?
What is inside is more important than what is seen.
Works are important, but it is the motivation behind that defines the value of works.
Has the Gospel driven me? Has God's grace driven me?
-Inspired by the sermon preached by a senior at TTC on Chapel yesterday-
It reveals motivation.
It digs into the depth of the heart.
It makes aware of the unconscious.
Now I'm questioning myself, again, why?
Why am I taking ministry?
Can I say no to a ministry offered to me? Or why should I say no?
Is it 'weird' for a theological student to say no when others asked me to minister? Is it not ok for a theological student to take less ministry than others for wanting to concentrate on study? Should I care of what people think of me?
Am I taking ministry because nobody else available, or because I think that nobody else can do better than me?
Am I taking ministry to prove myself? To get a platform to develop my skills? To utilize what I have learned at school?
Am I taking ministry because it makes me feel good or feel useful?
Am I taking ministry because I just love to be the one in charge, to be able to tell others what to do?
Am I taking ministry because people have given me allowances and love gifts? Oh... yeah... money is always one of the trickiest thing on earth.
Am I taking ministry because I sense that there was a great need? Has these needs driven me to ministry? Is need-driven ministry right?
What is inside is more important than what is seen.
Works are important, but it is the motivation behind that defines the value of works.
Has the Gospel driven me? Has God's grace driven me?
-Inspired by the sermon preached by a senior at TTC on Chapel yesterday-
Saturday, January 1, 2011
Kutipan dari Novel-Novel Berbahasa Indonesia
Saya baru saja melewatkan 10 hari liburan di Bandung, kampung halaman tercinta.
Tidak seperti biasanya, dalam liburan ini saya sama sekali tidak tertarik untuk wisata kuliner. Saya memang lapar dan haus, tapi bukan terhadap makanan, melainkan bacaan, terutama segala bacaan berbahasa Indonesia. Target saya yang pertama adalah Buku "Marmut Merah Jambu" karya Raditya Dika, blogger yang menginspirasi saya untuk memulai blog.
Ketika saya mencari buku tersebut di salah satu toko buku terbesar di Bandung, ternyata habis. Ketika saya tanya apa ada novel tetralogi Laskar Pelangi yang buku kedua hingga keempat, petugasnya juga bilang sudah tidak ada lagi. Jadinya saya membeli Power Bible Comic edisi 5-9 (karena saya sudah membaca edisi 1-4 di Singapura). Kebetulan sedang diskon 20% :) Kemudian saya juga membeli novel "Negeri van Oranje", "Negeri 5 Menara", dan dwilogi "Padang Bulan" karya Andrea Hirata. Plus, yang selalu tidak dilupakan, komik Detektif Conan! :)
Di hari-hari setelahnya, ketika mengunjungi toko buku di mall-mall, secara terpisah saya berhasil membeli buku "Marmut Merah Jambu", Novel "Sang Pemimpi" dan "Edensor" (buku kedua dan ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi). "Maryamah Karpov", buku keempat, tidak saya beli karena kehabisan duit (hasil kekalapan membeli buku di hari-sebelumnya) >.<
Akhirnya, selain merayakan Natal bersama keluarga dan kumpul bareng teman-teman, liburan saya lewatkan dengan membaca buku. Kebetulan (?) saya sakit batuk berat dan sempat ke dokter, jadi saya mengisi waktu istirahat di rumah dengan membaca. Semua buku yang saya beli, kecuali "Power Bible Comic 9" dan "Edensor", telah habis dibaca. Dua buku favorit saya, "Sang Pemimpi" dan "Negeri 5 Menara", saya rekomendasikan teman-teman untuk membaca! "Sang Pemimpi", jika boleh saya singkat, mendeskripsikan secara kuat arti dari persaudaraan, pengorbanan, dan perjuangan meraih mimpi. Saya dibuat tertawa dan menangis ketika membaca buku ini. Sedangkan novel "Negeri 5 Menara" sangat menyentuh kalbu dengan nasihat-nasihat tentang hidup yang sarat dengan spiritualitas (karena buku ini berkisah tentang anak-anak yang bersekolah di pondok pesantren)
Di blog post ini, saya tidak akan memberikan review, tapi hanya mengutip saja, seperti yang pernah saya lakukan pada novel "Laskar Pelangi" di postingan terdahulu. Selamat menikmati kutipan-kutipan sarat makna ini. Semoga ini mendorong teman-teman untuk membaca langsung novelnya, karena dengan mengerti konteksnya tentu teman-teman akan lebih merasakan dan mengerti secara dalam apa makna dari kutipan-kutipan ini. Namun saya juga hendak memberi peringatan kepada teman-teman, kutipan-kutipan ini mengandung spoiler! Hati-hati!
Kutipan-kutipan dari Novel “Negeri 5 Menara” karya A. Fuadi (penerima 8 beasiswa luar negeri)
Halaman 0
“Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan
-Imam Syafii-
Halaman 35
“Menurut Pak Kiai kamu, pendidikan Pondok Madani (PM) tidak membedakan agama dan non-agama. Semuanya satu dan semuanya berhubungan. Agama langsung dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari. Di Madani, agama adalah oksigen, dia ada di mana-mana.”
Halaman 41
“man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil!... Inilah pelajaran hari pertama kami di PM. Kata mutiara sederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kehidupan kami kelak.”
Halaman 50
“Menuntut ilmu di PM bukan buat gagah-gagahan dan bukan biar bisa bahasa asing. Tapi menuntut ilmu karena TUhan semata. Karena itulah kalian tidak akan kami beri ijazah, tidak akan kami beri ikan tapi akan mendapat ilmu dan kail. Kami, para ustad, ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pula niat untuk mau dididik” –Kiai Rais-
Halaman 78
Aku sempat bimbang, kenapa orang diajar menjadi seorang whistle blower?
“Sekarang semakin banyak orang semakin tak acuh dengan kebobrokan di sekitar mereka. Metode jasus adalah membangkitkan semangat untuk aware dengan ketidak beresan di masyarakat. Penyimpangan harus diluruskan... Katakanlah kebenaran walaupun itu pahit. Ini adalah self correction, untuk memberikan efek jera. Dan yang paling penting, memastikan semua warga PM sadar sesadar-sadarnya, bahwa jangan pernah meremehkan aturan yang sudah dibuat. Sekecil apapun , itulah aturan dan aturan ada untuk ditaati.”
Halaman 106
“Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup... Misi yang dimaksud adalah ketika kalian melakukan sesuatu hal positif dengan kualitas sangat tinggi dan di saat yang sama menikmati prosesnya. .. Carilah misi kalian masing-masing. Mungkin misi kalian adalah belajar Al-Quran, mungkin menjadi orator, mungkin membaca puisi, mungkin menulis, mungkin apa saja. Temukan dan semoga kalian menjadi orang yang berbahagia “
Halaman 112
“Sejarah bukan seni bernostalgia, tapi sejarah adalah ibrah, pelajaran, yang bisa kita tarik ke masa sekarang, untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik”
Halaman 139
“Tapi ini kan hanya masalah kecil, Cuma pelajaran kesenian,” bela Ayah.
“Justru karena ini hal kecil. Jangan sampai dia meremehkan suatu hal, sekecil apapun. Semua pilihan hidupnya ada konsekuensi, walau hanya sekadar pelajaran kesenian...”
“Tapi kan dia baru 6 tahun.”
“Justru malah dari usia ini kita didik dia.”
Halaman 157
“...Memang SMA itu masa yang indah... Kita Cuma agak stress kalau mau ujian saja. Selebihnya adalah bermain. Kalau di PM, setiap hari kita seperti ujian... Tapi yang indah bukan berarti masa yang paling berguna untuk mempersiapkan mental dan kepribadian kita.”
Halaman 253
“Karena saya tidak punya tanah, yang saya wakafkan adalah diri saya sendiri saja.”
“Artinya?”
“Semuanya. Semua waktu, pikiran, dan tenaga saya, saya serahkan hanya untuk PM. Tidak ada kepentingan pribadi, tidak ada harapan untuk dapat imbalan dunia, tidak gaji, tidak rumah, tidak segala-galanya. Semuanya ikhlas hanya ibadah dan pengabdian pada Allah... Bukankah di Al-Quran disebutkan bahwa manusia diciptakan untuk mengabdi?”
Halaman 296
“Jiwa keikhlasan dipertontonkan setiap hari di PM. Guru-guru kami yang tercinta dan hebat-hebat sama sekali tidak menerima gaji untuk mengajar. Mereka semua tinggal di dalam PM dan diberi fasilitas hidup yang cukup, tapi tidak ada gaji. Dengan tidak adanya ekspektasi gaji dari semenjak awal, niat mereka menjadi khalis. Megajar hanya karena ibadah, karena perintah Tuhan. Titik.
Begitu niat ikhlas terganggu, seorang guru biasanya merasakannya dan langsung mengundurkan diri. Akibat seleksi ikhlas itu, semua guru dan kiai punya tingkat keikhlasan yang terjaga tinggi yang artinya juga energy tertinggi. Dalam ikhlas, sama sekali tidak ada transaksi yang merugi. Nothing to lose. Semuanya dikerjakan all-out dengan mutu terbaik, karena mereka tahu, cukuplah Tuhan sendiri yang membalas semuanya. Tidak ada transfer duit dan materi di PM. Hanya transfer amal, doa dan pahala. Indah sekali.”
Halaman 405
“Negaraku surgaku, bila tiba waktunya, kita wajib pulang mengamalkan ilmu, memajukan bangsa kita”
Kutipan-kutipan dari Novel “Negeri van Oranje”
Halaman 290
“Blessed is he that learns to admire, but not to envy”
Halaman 427
“Certainly, travel is more than the seeing of sights; it is a change that goes on, deep and permanent, in the ideas of living.”
Halaman 433
“A country is only as great as its people... Kalau orang Indonesia sendiri gak membanggakan negaranya, gimana negara kita mau terkenal? Boro-boro objek wisatanya...”
Kutipan-kutipan dari Novel “Padang Bulan” karya Andrea Hirata
Halaman 188
“Duru guru mengajiku pernah mengajarkan bahwa pertemuan dengan seseorang mengandung rahasia Tuhan. Maka, pertemuan sesungguhnya adalah nasib. Orang tak hanya bertemu begitu saja, pasti ada sesuatu di balik itu.
Begitu banyak hidup orang berubah lantaran sebuah pertemuan. Disebabkan hal itu, umat Islam disarankan untuk melihat banyak tempat dan bertemu dengan banyak orang agar nasibnya berubah.
Namun sayang, tak semua dapat mengungkap rahasia itu dan beruntunglah sedikit orang yang memahami maksud dari sebuah pertemuan...”
Halaman 196
“Orang-orang itu telah melupakan bahwa belajar tidaklah melulu untuk mengejar dan membuktikan sesuatu, namun belajar itu sendiri adalah perayaan dan penghargaan pada diri sendiri.”
Kitipan-kutipan dari Novel “Cinta di dalam Gelas” karya Andrea Hirata
Halaman 98
“Berikan aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar”
Halaman 99
"Maryamah adalah pribadi istimewa yang tak punya tabiat mengasihani diri. Ia tak pernah mengiba-iba. Kupandangi guru kesedihan itu. Hari ini aku belajar satu hal penting darinya bahwa jika tidak bersedih atas sebuah kehilangan menimbulkan perasaan bersalah, hal itu merupakan kesalahan baru, sebab kesedihan harusnya menjadi bagian dari kebenaran.
Pertemuan dengan Maryamah hari ini meletupkan semangatku. Aku telah melihatnya belajar bahasa Inggris dengan susah payah, tanpa merasa ragu akan usia dan segala keterbatasan, dan dia berhasil. Sekarang, ia siap berjibaku menguasai catur, dengan tekad mengalahkan seorang kampiun seperti Matarom. Ia tak dapat disurutkan oleh bimbang, tak dapat dinisbikan oleh gamang. Darinya, aku mengambil filosofi bahwa belajar adalah sikap berani menantang segala ketidakmungkinan; bahwa ilmu yang tak dikuasai akan menjelma di dalam diri manusia menjadi sebuah ketakutan. Belajar dengan keras hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang bukan penakut."
Halaman 155
"Kami punya warung kopi dengan menu kopi miskin, yaitu kopi bagi mereka yang melarat sehingga tak punya yang cukup untuk membeli kopi biasa. Namun, ganjarannya, ia mendapat kopi tanpa gula sebab harga gula mahal. Maka, kopi miskin adalah kopi pahit, sepahit-pahitnya, seperti nasib pembelinya.
Pamanku yang berjiwa lapang dan merupakan umat Nabi Muhammad yang amat pemurah, menyediakan kopi miskin dalam menu warungnya. Sesekali, secara diam-diam, pamanku menyuruh kami mennambahkan gula untuk kopi miskin, karena ia tak sampai hati pada kaum yang papa itu. Namun, aneh, pembeli melarat yang telah terbiasa dengan kopi miskin malah tak menyukai hal itu. Pelajaran moral nomor 33: kemiskinan susah diberantas karena pelakunya senang menjadi miskin."
Kutipan-kutipan dari “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata
Halaman 60-61
“Setiap peristiwa di jagad raya ini adalah potongan mozaik. Terserak di sana-sini, tersebar dalam rentang waktu dan ruang. Namun, perlahan potongan itu akan bersatu membentuk bak montase Antoni Gaudi. Mozaik-mozaik itu akan membangun siapa dirimu dewasa nanti. Lalu, apa pun yang kaukerjakan dalam hidupmu akan bergema dalam keabadian... Maka, berkelanalah di atas muka bumi ini untuk menemukan mozaikmu!”
Halaman 120
“Betapa aku membenci WC. Di mana-mana, kita selalu menjumpai WC yang tak keruan. Di rumah-rumah, di sekolah-sekolah, di jamban umum, di terminal, di kantor-kantor pemerintah, bahkan di rumah-rumah sakit. Mengapa banyak orang Indonesia jorok?” :p
Halaman 133
“Namun, tak pernah kusadari bahwa sikap realistis itu sesungguhnya mengandung bahaya sebab ia memiliki hubungan dekat degan rasa pesimis. Realistis tak lain adalah pedal rem yang sering menghambat harapan orang.”
Akhir kata, saya senang karena banyak novel-novel Indonesia sekarang yang menyinggung tentang dunia pendidikan sehingga pada saat membacanya orang-orang Indonesia bisa terdorong untuk terus belajar, menimba ilmu ke negara lain, menimba ilmu setinggi langit, menimba ilmu dunia dan akhirat *yang seharusnya tak terpisahkan*.
Saya pun dibuat semangat untuk memulai, setidaknya, semester berikutnya. Selamat datang tahun baru dan semester baru! :)
Tidak seperti biasanya, dalam liburan ini saya sama sekali tidak tertarik untuk wisata kuliner. Saya memang lapar dan haus, tapi bukan terhadap makanan, melainkan bacaan, terutama segala bacaan berbahasa Indonesia. Target saya yang pertama adalah Buku "Marmut Merah Jambu" karya Raditya Dika, blogger yang menginspirasi saya untuk memulai blog.
Ketika saya mencari buku tersebut di salah satu toko buku terbesar di Bandung, ternyata habis. Ketika saya tanya apa ada novel tetralogi Laskar Pelangi yang buku kedua hingga keempat, petugasnya juga bilang sudah tidak ada lagi. Jadinya saya membeli Power Bible Comic edisi 5-9 (karena saya sudah membaca edisi 1-4 di Singapura). Kebetulan sedang diskon 20% :) Kemudian saya juga membeli novel "Negeri van Oranje", "Negeri 5 Menara", dan dwilogi "Padang Bulan" karya Andrea Hirata. Plus, yang selalu tidak dilupakan, komik Detektif Conan! :)
Di hari-hari setelahnya, ketika mengunjungi toko buku di mall-mall, secara terpisah saya berhasil membeli buku "Marmut Merah Jambu", Novel "Sang Pemimpi" dan "Edensor" (buku kedua dan ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi). "Maryamah Karpov", buku keempat, tidak saya beli karena kehabisan duit (hasil kekalapan membeli buku di hari-sebelumnya) >.<
Akhirnya, selain merayakan Natal bersama keluarga dan kumpul bareng teman-teman, liburan saya lewatkan dengan membaca buku. Kebetulan (?) saya sakit batuk berat dan sempat ke dokter, jadi saya mengisi waktu istirahat di rumah dengan membaca. Semua buku yang saya beli, kecuali "Power Bible Comic 9" dan "Edensor", telah habis dibaca. Dua buku favorit saya, "Sang Pemimpi" dan "Negeri 5 Menara", saya rekomendasikan teman-teman untuk membaca! "Sang Pemimpi", jika boleh saya singkat, mendeskripsikan secara kuat arti dari persaudaraan, pengorbanan, dan perjuangan meraih mimpi. Saya dibuat tertawa dan menangis ketika membaca buku ini. Sedangkan novel "Negeri 5 Menara" sangat menyentuh kalbu dengan nasihat-nasihat tentang hidup yang sarat dengan spiritualitas (karena buku ini berkisah tentang anak-anak yang bersekolah di pondok pesantren)
Di blog post ini, saya tidak akan memberikan review, tapi hanya mengutip saja, seperti yang pernah saya lakukan pada novel "Laskar Pelangi" di postingan terdahulu. Selamat menikmati kutipan-kutipan sarat makna ini. Semoga ini mendorong teman-teman untuk membaca langsung novelnya, karena dengan mengerti konteksnya tentu teman-teman akan lebih merasakan dan mengerti secara dalam apa makna dari kutipan-kutipan ini. Namun saya juga hendak memberi peringatan kepada teman-teman, kutipan-kutipan ini mengandung spoiler! Hati-hati!
Kutipan-kutipan dari Novel “Negeri 5 Menara” karya A. Fuadi (penerima 8 beasiswa luar negeri)
Halaman 0
“Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan
-Imam Syafii-
Halaman 35
“Menurut Pak Kiai kamu, pendidikan Pondok Madani (PM) tidak membedakan agama dan non-agama. Semuanya satu dan semuanya berhubungan. Agama langsung dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari. Di Madani, agama adalah oksigen, dia ada di mana-mana.”
Halaman 41
“man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil!... Inilah pelajaran hari pertama kami di PM. Kata mutiara sederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kehidupan kami kelak.”
Halaman 50
“Menuntut ilmu di PM bukan buat gagah-gagahan dan bukan biar bisa bahasa asing. Tapi menuntut ilmu karena TUhan semata. Karena itulah kalian tidak akan kami beri ijazah, tidak akan kami beri ikan tapi akan mendapat ilmu dan kail. Kami, para ustad, ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pula niat untuk mau dididik” –Kiai Rais-
Halaman 78
Aku sempat bimbang, kenapa orang diajar menjadi seorang whistle blower?
“Sekarang semakin banyak orang semakin tak acuh dengan kebobrokan di sekitar mereka. Metode jasus adalah membangkitkan semangat untuk aware dengan ketidak beresan di masyarakat. Penyimpangan harus diluruskan... Katakanlah kebenaran walaupun itu pahit. Ini adalah self correction, untuk memberikan efek jera. Dan yang paling penting, memastikan semua warga PM sadar sesadar-sadarnya, bahwa jangan pernah meremehkan aturan yang sudah dibuat. Sekecil apapun , itulah aturan dan aturan ada untuk ditaati.”
Halaman 106
“Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup... Misi yang dimaksud adalah ketika kalian melakukan sesuatu hal positif dengan kualitas sangat tinggi dan di saat yang sama menikmati prosesnya. .. Carilah misi kalian masing-masing. Mungkin misi kalian adalah belajar Al-Quran, mungkin menjadi orator, mungkin membaca puisi, mungkin menulis, mungkin apa saja. Temukan dan semoga kalian menjadi orang yang berbahagia “
Halaman 112
“Sejarah bukan seni bernostalgia, tapi sejarah adalah ibrah, pelajaran, yang bisa kita tarik ke masa sekarang, untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik”
Halaman 139
“Tapi ini kan hanya masalah kecil, Cuma pelajaran kesenian,” bela Ayah.
“Justru karena ini hal kecil. Jangan sampai dia meremehkan suatu hal, sekecil apapun. Semua pilihan hidupnya ada konsekuensi, walau hanya sekadar pelajaran kesenian...”
“Tapi kan dia baru 6 tahun.”
“Justru malah dari usia ini kita didik dia.”
Halaman 157
“...Memang SMA itu masa yang indah... Kita Cuma agak stress kalau mau ujian saja. Selebihnya adalah bermain. Kalau di PM, setiap hari kita seperti ujian... Tapi yang indah bukan berarti masa yang paling berguna untuk mempersiapkan mental dan kepribadian kita.”
Halaman 253
“Karena saya tidak punya tanah, yang saya wakafkan adalah diri saya sendiri saja.”
“Artinya?”
“Semuanya. Semua waktu, pikiran, dan tenaga saya, saya serahkan hanya untuk PM. Tidak ada kepentingan pribadi, tidak ada harapan untuk dapat imbalan dunia, tidak gaji, tidak rumah, tidak segala-galanya. Semuanya ikhlas hanya ibadah dan pengabdian pada Allah... Bukankah di Al-Quran disebutkan bahwa manusia diciptakan untuk mengabdi?”
Halaman 296
“Jiwa keikhlasan dipertontonkan setiap hari di PM. Guru-guru kami yang tercinta dan hebat-hebat sama sekali tidak menerima gaji untuk mengajar. Mereka semua tinggal di dalam PM dan diberi fasilitas hidup yang cukup, tapi tidak ada gaji. Dengan tidak adanya ekspektasi gaji dari semenjak awal, niat mereka menjadi khalis. Megajar hanya karena ibadah, karena perintah Tuhan. Titik.
Begitu niat ikhlas terganggu, seorang guru biasanya merasakannya dan langsung mengundurkan diri. Akibat seleksi ikhlas itu, semua guru dan kiai punya tingkat keikhlasan yang terjaga tinggi yang artinya juga energy tertinggi. Dalam ikhlas, sama sekali tidak ada transaksi yang merugi. Nothing to lose. Semuanya dikerjakan all-out dengan mutu terbaik, karena mereka tahu, cukuplah Tuhan sendiri yang membalas semuanya. Tidak ada transfer duit dan materi di PM. Hanya transfer amal, doa dan pahala. Indah sekali.”
Halaman 405
“Negaraku surgaku, bila tiba waktunya, kita wajib pulang mengamalkan ilmu, memajukan bangsa kita”
Kutipan-kutipan dari Novel “Negeri van Oranje”
Halaman 290
“Blessed is he that learns to admire, but not to envy”
Halaman 427
“Certainly, travel is more than the seeing of sights; it is a change that goes on, deep and permanent, in the ideas of living.”
Halaman 433
“A country is only as great as its people... Kalau orang Indonesia sendiri gak membanggakan negaranya, gimana negara kita mau terkenal? Boro-boro objek wisatanya...”
Kutipan-kutipan dari Novel “Padang Bulan” karya Andrea Hirata
Halaman 188
“Duru guru mengajiku pernah mengajarkan bahwa pertemuan dengan seseorang mengandung rahasia Tuhan. Maka, pertemuan sesungguhnya adalah nasib. Orang tak hanya bertemu begitu saja, pasti ada sesuatu di balik itu.
Begitu banyak hidup orang berubah lantaran sebuah pertemuan. Disebabkan hal itu, umat Islam disarankan untuk melihat banyak tempat dan bertemu dengan banyak orang agar nasibnya berubah.
Namun sayang, tak semua dapat mengungkap rahasia itu dan beruntunglah sedikit orang yang memahami maksud dari sebuah pertemuan...”
Halaman 196
“Orang-orang itu telah melupakan bahwa belajar tidaklah melulu untuk mengejar dan membuktikan sesuatu, namun belajar itu sendiri adalah perayaan dan penghargaan pada diri sendiri.”
Kitipan-kutipan dari Novel “Cinta di dalam Gelas” karya Andrea Hirata
Halaman 98
“Berikan aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar”
Halaman 99
"Maryamah adalah pribadi istimewa yang tak punya tabiat mengasihani diri. Ia tak pernah mengiba-iba. Kupandangi guru kesedihan itu. Hari ini aku belajar satu hal penting darinya bahwa jika tidak bersedih atas sebuah kehilangan menimbulkan perasaan bersalah, hal itu merupakan kesalahan baru, sebab kesedihan harusnya menjadi bagian dari kebenaran.
Pertemuan dengan Maryamah hari ini meletupkan semangatku. Aku telah melihatnya belajar bahasa Inggris dengan susah payah, tanpa merasa ragu akan usia dan segala keterbatasan, dan dia berhasil. Sekarang, ia siap berjibaku menguasai catur, dengan tekad mengalahkan seorang kampiun seperti Matarom. Ia tak dapat disurutkan oleh bimbang, tak dapat dinisbikan oleh gamang. Darinya, aku mengambil filosofi bahwa belajar adalah sikap berani menantang segala ketidakmungkinan; bahwa ilmu yang tak dikuasai akan menjelma di dalam diri manusia menjadi sebuah ketakutan. Belajar dengan keras hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang bukan penakut."
Halaman 155
"Kami punya warung kopi dengan menu kopi miskin, yaitu kopi bagi mereka yang melarat sehingga tak punya yang cukup untuk membeli kopi biasa. Namun, ganjarannya, ia mendapat kopi tanpa gula sebab harga gula mahal. Maka, kopi miskin adalah kopi pahit, sepahit-pahitnya, seperti nasib pembelinya.
Pamanku yang berjiwa lapang dan merupakan umat Nabi Muhammad yang amat pemurah, menyediakan kopi miskin dalam menu warungnya. Sesekali, secara diam-diam, pamanku menyuruh kami mennambahkan gula untuk kopi miskin, karena ia tak sampai hati pada kaum yang papa itu. Namun, aneh, pembeli melarat yang telah terbiasa dengan kopi miskin malah tak menyukai hal itu. Pelajaran moral nomor 33: kemiskinan susah diberantas karena pelakunya senang menjadi miskin."
Kutipan-kutipan dari “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata
Halaman 60-61
“Setiap peristiwa di jagad raya ini adalah potongan mozaik. Terserak di sana-sini, tersebar dalam rentang waktu dan ruang. Namun, perlahan potongan itu akan bersatu membentuk bak montase Antoni Gaudi. Mozaik-mozaik itu akan membangun siapa dirimu dewasa nanti. Lalu, apa pun yang kaukerjakan dalam hidupmu akan bergema dalam keabadian... Maka, berkelanalah di atas muka bumi ini untuk menemukan mozaikmu!”
Halaman 120
“Betapa aku membenci WC. Di mana-mana, kita selalu menjumpai WC yang tak keruan. Di rumah-rumah, di sekolah-sekolah, di jamban umum, di terminal, di kantor-kantor pemerintah, bahkan di rumah-rumah sakit. Mengapa banyak orang Indonesia jorok?” :p
Halaman 133
“Namun, tak pernah kusadari bahwa sikap realistis itu sesungguhnya mengandung bahaya sebab ia memiliki hubungan dekat degan rasa pesimis. Realistis tak lain adalah pedal rem yang sering menghambat harapan orang.”
Akhir kata, saya senang karena banyak novel-novel Indonesia sekarang yang menyinggung tentang dunia pendidikan sehingga pada saat membacanya orang-orang Indonesia bisa terdorong untuk terus belajar, menimba ilmu ke negara lain, menimba ilmu setinggi langit, menimba ilmu dunia dan akhirat *yang seharusnya tak terpisahkan*.
Saya pun dibuat semangat untuk memulai, setidaknya, semester berikutnya. Selamat datang tahun baru dan semester baru! :)
Subscribe to:
Posts (Atom)