Saturday, February 27, 2010

PGL, My Mentor





I call him Pastor Glenn. To be short, most of us address him as PGL.

He is one of the people that GOD sent to shape my life to be aligned with His vision. I am so grateful.

PGL in my eyes:

is genius but humble

is both serious and fun

is the one who helped me to start to think seriously AND ARTICULATE the vision of my life.

has a burning passion for young people. It is nice to have a role model with the same passion.

Thursday, February 25, 2010

12 Ways to Trap Those Who Are So Called Reformed

I received an article from a Reformed Evangelical Church's mailing list that, I think, really worth sharing. Like the Screwtape Letter version for Reformed people, or at least those who claimed themselves as part of Reformed movement (including me). Enjoy the article and hope we could reflect on it...

During a meeting held by the strong man and his servants, the Strong Man rolled out his plan of attack against the Reformed People.

12 Ways to Trap Those Who Are So Called Reformed
1. Make Them Big in Head but Small in Heart
2. Encourage Them to Criticise but Make Them Unwilling to Act
3. Allow Them To Learn The Sovereignty of God but Make Them Fail to Understand Man's responsibility
4. Encourage Them to Be Theologically Strong but Weak in Love and Deeds
5. Nurture Their Pride in Knowledge, So That They Will Absent In Humility, Gentleness and Meekness
6. Instigate Them to Quarrel over Disputable Matters In The Bible to Weaken Their Church Unity
7. Flame Their Zeal For Traditions but Cold Like Dead Fish in Worship
8. Praise Them For Always Correcting People but Failure to Live out Themselves
9. Let Them Be Zealous in Doctrines but Failure in Doctrine of Love
10. Teach Them about Predestination But Not Let Them Understand The Command of Great Commission
11. Let Them Teach about Grace but Not Showing to Others
12. Poison Them In Self Contentment, Pride in Knowledge and weak in Love and Evangelism is their trademarks.

Go out and trap those "Reformed" in minds but not in hearts and will.
Allow them to think they ARE ALWAYS RIGHT , that they Themselves are LOGOS.
Then we shall succeed, in leading them to fall into our traps.
(Instructions by Strong Man).
plus: don't leak this secrets out for fear they will examine their lives.

The article serves as a reminder for me as a Christian. I used to be a person that was very 'thirsty' in knowledge. "Knowledge is power" was my motto. I love reading. I used to be a very arrogant person, thinking that I was the smartest of all and I knew better than anyone else. I always tried to show my knowledge, talk intellegently with others using jargons, look down on other people that I thought not as intellectual as me. I chose who to be friends with. Most of my friends are the top students in class.

But I came to one point when I felt that knowledge, in the end, did not satisfy me.
It is wisdom. It is love. It is compassion. Those are the things that makes life become a wonderful testimony for others. Show them to others, and we will see lifes changed, we will see hearts changed.

Up until now, I sometimes still struggling with this weakness. I still have to constantly remind myself to love and to be humble. "Constantly remind myself"... It means it doesn't come automatically.

I also have other things to share from Prayer Meeting yesterday that really 'hit' me.
The preacher talked about the masks people use to hide their trueselves:
1. The mask of belongings. e.g. buy branded things to build one's identity *Crocs? G2000? :p*
2. The mask of intellectually. *which is so me!* e.g. gain recognition by collecting books (but not reading it) >.< , collecting degree, scientific reference out of its context.
3. The mask of social. e.g. join groups that perceived to be able to change our status
4. The mask of morality. e.g. donate money or other things to cover failures to live as a true Christian in front of GOD.

I also learnt about "the progressive of sanctification". The building of Christian character. There are three categories:
1. BASIC character. Purpose: to be able to 'survive' in the community. e.g. obedience, gratefulness, attentiveness
2. BEAUTIFUL character. Purpose: To be a good member of a team. e.g. friendly, tolerance, compassion
3. BRILLIANT character. Purpose: To be able to influence or lead others. e.g. initiative, persuasive, wisdom

In my heart I was shouting, "LORD, THOSE are what I'm looking for! I want to grow fully in all those characters!!!"

Monday, February 22, 2010

Respon

Hari ini saya menerima email di Inbox yang berisi begini:

"Anonymous has left a new comment on your post "Selamat Tahun Baru Cina (atau Tiongkok?)":

"loe selalu bilang loe orang indonesia, orang sunda dengan bangganya. Pertanyaannya: apa org indo n org sunda nganggep loe bagian dari mereka? Sadly gua bilang, mereka akan sll anggap loe Cina. Kalo loe ngotot loe bangga jadi org indo/sunda, gua cuma bilang kasian deh loe karena loe kaya jatuh cinta bertepuk sebelah tangan. A chinese who don't know their true identity is.. just sad.. "

Untuk anonymous, ini komentar saya terhadap komentar kamu. Persiapkan pikiran dan hatimu :)

Saya baru saja menjadi penggemar
Socratic methodology. Mentor saya mengajarkan metodologi ini sebagai salah satu metodologi yang dipakai agar saya bisa memahami hal-hal terdalam dari segala hal.
Dari namanya, bisa diliat kalo kata itu berasal dari nama salah satu filsuf ternama, yakni Socrates. Metodologi itu jika disingkat adalah: menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
Sebenernya metodologi ini ga bisa dipake untuk sembarang orang. Dengan orang yang saya kenal selewat saja, saya ga akan pake metode ini. Tapi komentar Anda benar-benar menggelitik saya untuk mengaplikasikannya pada Anda. Kenapa? Karena metode ini akan mempersingkat jawaban saya. Jujur kalo saya harus menjawab dengan jawaban yang proper, akan sangat panjang dan makan waktu.

Komentar kamu:
"loe selalu bilang loe orang indonesia, orang sunda dengan bangganya. Pertanyaannya: apa org indo n org sunda nganggep loe bagian dari mereka? Sadly gua bilang, mereka akan sll anggap loe Cina."
Respon saya:
-Apa kamu menganggap diri kamu orang Cina? Kalau ya kamu menganggap diri kamu orang Cina, saya mau bertanya balik, apakah orang Cina dari Tiongkok menganggap kamu bagian dari mereka?
-Apa kamu pernah tau
diagram Venn? Kalo kamu baca blog post saya baik-baik, terutama bagian terakhir, kamu akan mengerti dasar pola pikir saya.
-The ultimate question: Sebegitu pentingkah apa yang orang lain anggap tentang diri kita? Apakah hidup dan identitas kita diatur oleh pandangan-pandangan atau anggapan-anggapan atau penerimaan orang lain terhadap kita?
Share pengalaman pribadi (yang berguna untuk pemikiran lebih lanjut):
-Bos saya di pekerjaan yang dulu adalah warga negara Singapura. Mamanya etnis India, papanya etnis Cina. Dalam salah satu pembicaraan tentang etnis, saya pernah bertanya pada dia, "So, what do you consider yourself?". "Singaporean. That's it."
-Di kantor saya sekarang, ada seorang wanita A warga negara Singapura etnis Cina dan ada seorang pria B yang warga negara Tiongkok. Percaya atau tidak, sang wanita A pernah marah-marah sampai lempar-lempar barang pada sang pria B sebagai ekspresi kekesalan karena sang pria B mengolok-ngolok warga negara Singapura. "Orang Singapura begini... begitu...". (satu Cinakah?)
Senior Manager C, yang warga negara Singapura etnis India, tidak ada di tempat kejadian. Kemudian C memanggil A untuk menanyakan apa yang terjadi. A menjelaskan duduk perkaranya. Selesai A bercerita, C berkata, "Saya ngerti kenapa kamu kesal. Kalau saya berada di posisi kamu, saya juga akan merasa kesal." (satu Singapurakah?)
-Baru saja saya alami sore tadi! *saya tidak pernah percaya pada sebuah kebetulan*
Entah Anda tau atau tidak, saya di sini bekerja mengajar pembantu rumah tangga Indonesia. Pada saat tadi saya mengajar, saya tidak sengaja mengeluarkan logat Sunda. Kemudian mereka kaget dan bertanya,"Lho, koq logatnya seperti Sunda?".
Saya jawab, "Saya orang Bandung."
Reaksi mereka, "Wah, saya kira orang Cina! Ternyata Sunda."
Saya jawab, "Saya keturunan Cina".
Mereka mengangguk-angguk saja. Dan semenjak momen itu mereka jadi sering nyeletuk bahasa Sunda pada saya. Ada satu momen dimana salah satu kolega Indo saya datang ke kelas menanyakan sesuatu. Saya jawab, "Ga ada." Murid-murid saya tiba-tiba nyeletuk "Teu aya" (bahasa Sunda). Saya, murid-murid itu, dan kolega saya tertawa bersama-sama. Dan tentu saja, ini membuat suasana menjadi tambah akrab.
Bahasa Sunda saya ga fasih koq, saya hanya bisa bahasa Sunda kasar (sedangkan yang baik adalah bahasa Sunda halus)
Oya, ngomong-ngomong soal bahasa, saya punya pertanyaan:
Do you believe in one universal language called 'love'?
Learn this language, and you will be able to communicate with anyone. Believe me.
Saya punya beberapa pengalaman yang bisa saya bagiin soal ini. Saya ada rencana akan membuat satu blog post berjudul "Love as the Universal Language" yang didasarkan atas
1 Korintus 13. berdasarkan pengalaman saya pribadi. Mudah2an bisa terealisasi. Hehe..

Komentar kamu:
"Kalo loe ngotot loe bangga jadi org indo/sunda, gua cuma bilang kasian deh loe karena loe kaya jatuh cinta bertepuk sebelah tangan."
Respon saya:
-"Jatuh cinta bertepuk sebelah tangan"... Analogi yang menarik.. tapi kembali lagi ke pertanyaan soal cinta: Apa sih definisi cinta sejati menurut kamu? Apakah cinta itu pamrih? Apakah cinta itu mengharapkan balasan? Apakah cinta akan membuat kita sakit?

Komentar kamu:
"A chinese who don't know their true identity is.. just sad.."

Respon saya:
"A man that doesn't know his/her true identity... needs help..."

Pertanyaan:
-Apakah identitas kita hanya ditentukan oleh etnisitas?
-Dimanakah kita bisa mencari identitas diri kita yang sejati? Melalui etnisitas kitakah? Melalui ilmu psikologikah? Melalui Sang Penciptakah?

One more question: Apa kamu pernah mengalami kejadian yang tidak mengenakkan dengan orang Sunda atau orang Indonesia non-Chinese? Saya pernah. Kamu bisa baca pengalaman saya di sini. Dan saya bersyukur atas pengalaman ini, karena ini adalah salah satu proses pembelajaran dalam hidup saya. Saya belajar banyak dari pengalaman keluarga saya di-persecute orang lain.

Akhir kata:
Buat saya, identitas saya di dunia bukanlah yang terpenting.
Saya percaya akan kehidupan setelah kematian. Kehidupan itu akan jauuhhhhhh lebih panjang daripada kehidupan kita di dunia (karena dalam kekekalan). Dan saya percaya ada dua alternatif dalam kehidupan setelah kematian, Sorga atau neraka.
Saya percaya bahwa saya adalah warga negara Indonesia dan warga negara Sorga. Menjadi warga negara Indonesia adalah hal yang penting, tapi menjadi warga negara Sorga adalah yang terpenting. Mengapa? Karena yang satu itu bersifat sementara. Saya bisa saja berpindah kewarganegaraan jadi warga negara Singapura atau apapun. Tapi yang satu lagi bersifat kekal (tidak bisa diubah untuk selamanya).
Pertanyaannya: Mana identitas yang lebih penting untuk dicari kebenarannya? Yang sementara atau yang kekal? Sudahkah Anda yakin jika setelah meninggal Anda akan menjadi warga negara Sorga?

Saturday, February 13, 2010

Selamat Tahun Baru Cina (atau Tiongkok?)

Baru aja ngakak2 ngebaca blog dari salah satu blogger favorit gua, tentang ke-Cina-an dia. Gua dan dia berasal dari latar belakang yang cukup mirip: orang Indonesia keturunan Cina yang pernah tinggal di Singapura. Dia Katolik, gua Protestan.

Gua relate banget sama apa yang dipikirin dia.

Baca di sini dan sini

Maap kalo ada pihak-pihak yang tersinggung :p

The conclusion is: I am so unique! (memecahkan masalah kebingungan gua di sini)

A blend of :
Christian mind
Indonesian citizen
Indonesian & Sundanese language, American-English with Singlish influence :p
Chinese face
Fans of Indonesian, Indian, Japanese and Myanmar food
Fans of Japanese manga & culture

Monday, February 1, 2010

Tuhan Pasti Sanggup

Kemarin setelah Small Group, saya dan beberapa teman membuka Youtube dan mendengarkan beberapa lagu. Salah satu lagu yang paling menyentuh adalah lagu ini.

Mungkin karena sudah lama sekali saya tidak mendengarkan lagu bahasa Indonesia.

Mungkin karena liriknya yang pendek dan sederhana tapi memberikan suatu kepastian untuk berharap.

Mungkin karena akhir-akhir ini saya mulai memikirkan untuk lebih mengakrabkan diri dengan bahasa Indonesia karena, entah kenapa, saya merasa Tuhan akan kirim saya kembali ke Indonesia untuk suatu pekerjaan besar di sana. Ladang saya bukan di Singapura. Singapura bagi saya sekarang sudah semakin menjadi zona nyaman. Dan saya rasa Tuhan tidak ingin saya berada di zona ini terus.

Saya mau memberanikan diri untuk mengucap syukur karena Tuhan tidak pernah ijinkan saya untuk melihat masa depan saya. Sampai saat ini Tuhan belum pernah kasih tau saya apa yang akan jadi langkah selanjutnya. Ya, visi itu ada. Tapi juga perlu ujian-ujian untuk membuktikan apakah visi itu benar-benar panggilan khusus Tuhan bagi saya. Ya, ada rencana ke depan. Tapi saya mau serahkan semuanya dengan rela kalau Tuhan mau rombak rencana saya besar-besaran.

Saya menyukai istilah "langkah demi langkah". Berjalan bersama Tuhan ya seperti itu. Namanya juga berjalan, ya pasti langkah demi langkah. Saya sekarang merasa seperti di sebuah gua yang gelap. Gua itu berujung, tapi untuk saat ini saya belum melihat secercah titik putih tanda jalan keluar. Yang saya lihat hanyalah warna hitam, gelap gulita. Tidak tau apa yang akan saya injak pada langkah selanjutnya. Jika saya berpijak pada batu, saya bisa terus melangkah. Jika saya berpijak pada lumpur, saya akan melakukan langkah mundur dan mulai melangkah maju lagi dengan rute yang berbeda. Tapi setiap langkah maju akan membuat saya lebih dekat dengan jalan keluar.

Ada ketakutan tentunya. Karena saya tidak punya kendali atas keadaan. Ada keraguan. Karena saya kadang bersandar pada perasaan saya, bukan janji-janji yang kekal. Ada pergumulan. Apakah ini benar-benar yang Dia ingin saya lakukan? Ada pula air mata. Sedih maupun senang.

Tapi apa yang paling penting dalam melangkah? Yaitu bersama siapa kita melangkah. Dan bagaimana kita melangkah.

Bersama Tuhan, yang Maha Tahu, Maha Sanggup, Maha Kasih. Waktu saya tidak tahu, saya sadar Dia tahu. Waktu saya tidak sanggup, saya tahu Dia Sanggup. Waktu saya takut dan ragu. Kasih-Nya mengalahkan ketakutan saya.

Lalu bagaimana saya melangkah? Masih mencoba. Mencoba untuk mempercayakan seluruh aspek hidup ke dalam tangannya. Perspektif masa depan yang dulu dipenuhi oleh mimpi-mimpi dan ego, sekarang sedikit demi sedikit berusaha digeser. Berusaha untuk melihat dengan kacamata Dia. Perlu usaha keras, karena si daging ini terus saja menggoda. Masih pula mencoba untuk menaati setiap apa yang Dia mau saya lakukan. Intinya, "trust" and "obey". Percaya dan taat. Percaya akan janji-janji-Nya. Percaya bahwa Dia yang memegang hidup saya sampai pada kekekalan. Percaya bahwa Dia tidak akan mengingkari sifat-sifat mulia-Nya. Dan taat akan setiap perintah-perintah-Nya. Taat melewati setiap jalan yang sudah dia bukakan. Taat memenuhi panggilan-Nya.

Bukan hanya "Percaya dan taat karena... ", tetapi juga "Percaya dan taat walaupun..."

Topang saya, Tuhan. Dengan lengan-Mu yang kekal.

"Allah yang abadi adalah tempat perlindungan-Mu dan di bawahmu ada lengan-lengan yang kekal" - Ulangan 33:27a -